
Asal mula dari Kerajaan Makassar berasal dari penyatuan dua kerajaan terkenal di Sulawesi, yaitu Gowa dan Tallo. Kesultanan Makassar, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Gowa-Tallo, adalah hasil dari gabungan keduanya. Menurut catatan dari Repositori UIN Alauddin Makassar, kerajaan ini berdiri pada abad ke-16.
Selama era tersebut, banyak kerajaan
di Sulawesi Selatan, termasuk Gowa dan Tallo, yang berusaha memperluas atau
mempertahankan kekuasaan politik mereka. Namun, beberapa dari kerajaan yang
lebih lemah harus tunduk pada kerajaan yang lebih dominan.
Saat pemerintahan Daeng Matanre
Karaeng Mangngutungi Tumapa'risi Kallonna, raja Gowa ke-9 (memerintah
1460-1510), berhasil menguasai Kerajaan Tallo pada 1490. Pada waktu itu, Tallo
dipimpin oleh Samaranluka Tuni Labu ri Suriwa, raja kedua dari Tallo.
Selepas penaklukan, perjanjian
persaudaraan dibuat antara kedua kerajaan, menciptakan hubungan simbiosis
antara mereka. Sebuah pepatah pun muncul dari persatuan ini, "sereji ata,
naruang karaeng," yang berarti "satu bangsa, dua pemimpin."
Maka, dari situlah muncul Kerajaan Makassar.
Struktur pemerintahan pun unik dengan
Raja Gowa memegang posisi sebagai pemimpin utama, sementara Raja Tallo berperan
sebagai wakil raja. Seiring waktu, kerajaan bersaudara ini tumbuh menjadi salah
satu kekuatan terbesar di timur Indonesia.
Masa Keemasan Kerajaan Makassar
Integrasi antara Gowa dan Tallo
menggeser pusat pemerintahan ke Somba Opu, yang strategis terletak di jalur
perdagangan antara Malaka dan Maluku. Kerajaan Makassar dengan cepat menjadi
pusat perdagangan yang penting, menarik banyak pedagang untuk berlabuh di
Pelabuhan Somba Opu.
Menurut jurnal Attoriolog, keemasan
Kerajaan Makassar terjadi pada abad 17, di mana mereka mencapai kemakmuran dan
pengaruh yang luar biasa dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Salah satu kebijakan progresif yang
diterapkan oleh Kerajaan Makassar adalah sistem perdagangan yang terbuka. Ini
berarti Pelabuhan Makassar terbuka untuk semua bangsa, mempromosikan
perdagangan dan pelayaran internasional.
Riwayat Politik dan Peninggalan Kerajaan Makassar
Selama masa pemerintahan
Tonipallangga antara tahun 1546-1565, bersama mangkubuminya, Nappakata'tana
Daeng Padulung, Kerajaan Makassar memulai ambisi ekspansinya, berupaya
menguasai kerajaan tetangga. Strategi ekspansi yang diterapkan menunjukkan
hasil yang positif. Pada periode yang sama, Islam diterima dan dijadikan
sebagai agama resmi kerajaan. Aliansi dibentuk oleh Kerajaan Makassar untuk
mendominasi wilayah, dan berhasil mengontrol bagian besar Sulawesi Selatan dan
Barat.
Namun, kesuksesan ini memicu
kecemburuan dan permusuhan dari kerajaan lainnya di Sulawesi, termasuk Wajo dan
Bone. Sebagai respons, mereka berkolaborasi melawan Makassar, dengan dukungan
dari VOC.
Warisan Kerajaan Makassar
Berikut adalah beberapa peninggalan
sejarah dari Kerajaan Makassar yang masih berdiri hingga saat ini:
Istana Balla Lompoa
Dikenal sebagai rumah raja Gowa,
Balla Lompoa dibangun pada 1936. Sekarang berfungsi sebagai Museum Balla
Lompoa, menampilkan artefak kerajaan.
Benteng Somba Opu
Didirikan oleh Sultan Gowa ke-9 pada
1525, benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan. Saat ini, benteng
ini adalah tempat wisata yang menampilkan rumah adat Sulawesi Selatan.
Benteng Rotterdam
Dibangun pada 1545 oleh Raja Gowa X,
benteng ini dulunya bernama Benteng Jumpandang. Kini menjadi destinasi wisata
sejarah dan museum.
Masjid Tua Katangka
Dibangun selama masa Sultan Alauddin
I pada 1603, masjid ini memiliki latar belakang yang kuat dengan Kerajaan
Makassar dan sejarah Islam di wilayah tersebut.
Kompleks Kuburan Raja Tallo dan Gowa
Sebuah situs bersejarah dari abad ke
17 hingga 19, tempat peristirahatan terakhir bagi para raja.
Dari situs bersejarah hingga struktur
lama, warisan Kerajaan Makassar masih berdiri teguh, mengingatkan kita akan
kejayaan dan warisan kerajaannya.