Investasi obligasi memang dikenal sebagai pilihan yang relatif lebih aman dibanding saham, karena memberikan penghasilan tetap (kupon) secara berkala.
Bukan berarti obligasi bebas risiko. Banyak investor pemula yang tergiur dengan imbal hasil tanpa memahami risiko mendasar yang mengintai di balik surat utang ini.
Jika Anda berencana membeli obligasi – baik obligasi negara maupun korporasi – maka penting untuk memahami apa saja jenis risikonya dan bagaimana cara menghindarinya. Berikut penjelasan lengkapnya:
1. Risiko Gagal Bayar (Default Risk)
Risiko ini muncul ketika penerbit obligasi tidak mampu membayar kupon atau pokok utang pada saat jatuh tempo.
Contoh:
Jika Anda membeli obligasi dari perusahaan swasta, lalu perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan, maka Anda berisiko tidak menerima pembayaran utang sama sekali.
Siapa yang Rentan?
- Obligasi korporasi (terutama yang non-investment grade)
- Obligasi dengan imbal hasil terlalu tinggi (high yield bond/junk bond)
Cara Menghindari:
- Pilih penerbit dengan rating kredit tinggi dari lembaga seperti Pefindo, Moody’s, atau Fitch.
- Utamakan obligasi pemerintah yang dijamin negara (ORI, SBR, SR).
- Baca laporan keuangan, likuiditas, dan track record pembayaran kupon dari emiten.
Tips: Hindari obligasi yang menawarkan kupon mencolok tanpa reputasi emiten yang jelas.
2. Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Harga obligasi bergerak berlawanan dengan suku bunga pasar.
- Suku bunga naik → harga obligasi turun
- Suku bunga turun → harga obligasi naik
Hal ini sangat penting bagi investor yang berniat menjual obligasi sebelum jatuh tempo di pasar sekunder.
Contoh:
Anda membeli obligasi dengan kupon 6%. Jika Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 7%, maka obligasi Anda jadi kurang menarik, dan harganya bisa jatuh.
Solusi:
- Hold to maturity: Tahan obligasi hingga jatuh tempo agar tidak terpengaruh fluktuasi harga.
- Pilih obligasi berkupon mengambang (seperti SBR) yang mengikuti suku bunga acuan.
3. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko ketika Anda sulit menjual obligasi kembali di pasar sekunder karena sedikitnya peminat atau transaksi.
Dampaknya:
- Harga jual bisa lebih rendah dari harga pasar wajar.
- Dana tertahan, apalagi dalam kondisi darurat.
Terjadi pada:
- Obligasi korporasi non-tercatat di BEI
- Obligasi dengan rating rendah atau dari perusahaan kecil
Cara Mengatasi:
- Prioritaskan obligasi pemerintah seri PBS atau obligasi dengan rating tinggi.
- Pilih obligasi yang aktif diperdagangkan.
- Lihat histori volume perdagangan sebelum membeli.
4. Risiko Inflasi (Inflation Risk)
Inflasi menggerus daya beli kupon tetap yang Anda terima dari obligasi. Jika inflasi melebihi imbal hasil, maka nilai riil keuntungan Anda menjadi negatif.
Contoh:
Obligasi dengan kupon 5% terasa tidak menguntungkan jika inflasi mencapai 6%—artinya return riil Anda = -1%.
Pencegahan:
- Gunakan strategi diversifikasi dengan aset lindung nilai (seperti emas atau properti).
- Pilih obligasi dengan kupon variabel (floating rate) yang bisa menyesuaikan suku bunga acuan.
5. Risiko Reinvestasi (Reinvestment Risk)
Risiko saat Anda menerima kupon dan tidak bisa menginvestasikan kembali dana tersebut dengan imbal hasil setara.
Mengapa Terjadi?
- Suku bunga turun → return investasi lanjutan menjadi lebih kecil.
- Dana kupon tidak digunakan secara produktif → potensi keuntungan hilang.
Strategi:
- Gunakan strategi laddering: beli obligasi dengan berbagai tenor.
- Gunakan kupon untuk membeli reksa dana pendapatan tetap atau instrumen serupa.
6. Risiko Pasar dan Volatilitas
Harga obligasi juga bisa dipengaruhi oleh:
- Gejolak politik
- Krisis ekonomi global
- Sentimen investor terhadap sektor atau industri tertentu
Ini lebih terasa pada obligasi korporasi atau obligasi dari negara berkembang.
Cara Meminimalkan Risiko Investasi Obligasi
Berikut langkah-langkah mitigasi risiko yang disarankan oleh para ahli pasar modal:
Diversifikasi Portofolio
Campur antara:
- Obligasi pemerintah (aman, risiko rendah)
- Obligasi korporasi (imbal hasil tinggi, risiko lebih besar)
- Sukuk syariah (investasi halal)
Periksa Rating dan Profil Kredit
Gunakan data dari:
- Pefindo (lokal)
- Fitch, Moody’s, S&P (internasional)
Cari obligasi dengan rating minimal investment grade (BBB ke atas).
Tentukan Tujuan Investasi
- Jangka pendek → pertimbangkan obligasi tenor pendek
- Jangka panjang → bisa pertimbangkan obligasi tenor menengah-panjang
Pahami Produk Sebelum Membeli
- Baca prospektus dengan seksama
- Tanyakan pada mitra distribusi soal skema kupon, pajak, dan kebijakan jual beli di pasar sekunder
Meski terlihat aman, obligasi tetap menyimpan risiko yang harus diperhitungkan dengan matang.
Mulai dari risiko gagal bayar, perubahan suku bunga, hingga risiko likuiditas – semuanya bisa berdampak signifikan pada nilai investasi Anda jika tidak dipahami sejak awal.
Dengan pemahaman yang baik, strategi diversifikasi yang tepat, dan seleksi penerbit yang hati-hati, obligasi tetap menjadi instrumen ideal untuk portofolio yang seimbang, stabil, dan berpendapatan tetap.